Agen Casino Terpercaya - Cerita Panas Ketika Bermalam Di Puncak
Agen Casino Terpercaya - Cerita Panas Ketika Bermalam Di Puncak - Setelah semuanya selesai, kami sepakat bahwa tiga orang lelaki harus
mencari kayu bakar, sisanya tetap tinggal di perkemahan. Aku, Robby, dan
Doni memilih mencari kayu bakar, sedangkan Fadli, Lia dan Wulan tetap
tinggal di tenda. Baru beberapa langkah kami beranjak pergi, tiba-tiba
Wulan memanggil kami, katanya dia ingin ikut kelompok.
Agen Casino Terpercaya - kami saja
(alasannya masuk akal, dia tidak enak hati sebab Fadli adalah pacar Lia,
dan Wulan tidak ingin kehadirannya di tenda mengganggu acara mereka).
Karena Fadli dan Lia tidak keberatan ditinggal berdua, kami (Robby,
Doni, aku dan Wulan) segera melanjutkan perjalanan.
Ada beberapa
hal yang perlu aku ceritakan kepada pembaca tentang dua orang teman
wanita kami. Lia sifatnya sangat lembut, dewasa, pendiam dan keibuan.
Sifat ini bertolak belakang dengan Wulan. Mungkin karena dia anak bungsu
dan ketiga kakaknya semua lelaki, jadi Wulan sangat manja, tapi
terkadang tomboy. Tapi di balik semua itu, kami semua mengakui bahwa
Wulan sangat cantik, bahkan lebih cantik dari Lia.
Tidak berapa
lama, sampailah kami pada tempat yang dituju, lalu kami mulai
mengumpulkan ranting-ranting kering. Sambil mengumpulkan ranting, kami
membicarakan apa yang sedang dilakukan Fadli dan Lia di dalam tenda.
Tentu saja pembicaraan kami menjurus kepada hal-hal porno. Setelah cukup
apa yang kami cari, Robby mengusulkan singgah mandi dulu ke sungai yang
tidak berapa jauh dari tempat kami berada. Wulan boleh ikut, tapi harus
menunggu di atas tebing sungai sementara kami bertiga mandi. Wulan
setuju saja. Singkat kata, sampailah kami pada sungai yang dituju. Aku,
Robby dan Doni turun ke sungai, lalu mandi di situ. Wulan kami suruh
duduk di atas tebing dan jangan sekali-kali mengintip kami.
Ketika
sedang asyik-asyiknya kami berkubang di air, tiba-tiba kami mendengar
Wulan menjerit karena terjatuh dari atas tebing. Tubuhnya menggelinding
sampai akhirnya ia tercebur ke dalam air. Cepat-cepat kami berlari
mencoba menyelamatkan Wulan (kami mandi hanya menanggalkan baju dan
celana panjang, sedangkan celana dalam tetap kami pakai). Robby yang
pandai berenang segera menjemput Wulan, lalu menariknya dari air menuju
tepi sungai. Aku dan Doni menunggu di atas. Sampai di tepi sungai, tubuh
Wulan basah kuyup. Sepintas kulihat lengan Robby menyentuh buah dada
Wulan. Karena Wulan memakai T-Shirt basah, aku dapat melihat dengan
jelas lekuk-lekuk tubuh Wulan yang sangat menggairahkan.
Wulan
merintih memegangi lutut kanannya. Aku dan Doni terpaku tidak tahu apa
yang harus kami lakukan, tapi Robby yang pernah ikut kegiatan
penyelamatan dengan sigap membuka ikat pinggang Wulan lalu mencopot
celana jeans Wulan sampai lutut. Wulan berteriak sambil mempertahankan
celananya agar tidak melorot. Sungguh, saat itu aku tidak tahu apa
sebenarnya yang hendak Robby lakukan terhadap Wulan. Segalanya berjalan
begitu cepat dan aku tidak menyimpan tuduhan negatif terhadap Robby. Aku
hanya menduga, Robby hendak memeriksa luka Wulan. Tapi dengan
melorotnya jeans Wulan sampai ke lutut, kami dapat melihat dengan jelas
celana dalam wulan yang berwarna off-white (putih kecoklatan) dan
berenda. Kontan penisku bangun.
Robby memerintahkan aku dan Doni
memegangi kedua tangan Wulan. Seperti dihipnotis, kami menurut saja.
Wulan semakin meronta sambil menghardik, “Rob, apa-apaan sih.., Lepas..,
lepas! Atau saya teriak”.
Doni secepat kilat membungkam mulut
Wulan dengan kedua telapak tangannya. Robby setelah berhasil mencopot
celana jeans Wulan, sekarang mencoba mencopot celana dalam Wulan. Sampai
detik ini, akhirnya aku tahu apa sebenarnya yang sedang terjadi. Aku
tidak berani melarang Robby dan Doni, karena selain aku sudah merasa
terlibat, aku juga sangat terangsang saat melihat kemaluan Wulan yang
lebat ditumbuhi rambut-rambut hitam keriting.
Wulan semakin
meronta dan mencoba berteriak, tapi cengkeraman tanganku dan bungkaman
Doni membuat usahanya sia-sia belaka. Robby segera berlutut di antara
kedua belah paha Wulan. Tangan kirinya menekan perut Wulan, tangan
kanannya membimbing penisnya menuju kemaluan Wulan. Wulan semakin
meronta, membuat Robby kesulitan memasukkan penisnya ke dalam lubang
vaginanya. Doni mengambil inisiatif. Dia lalu duduk mengangkangi tepat
di atas dada Wulan sambil tangannya terus membungkam mulut Wulan.
Tiba-tiba Wulan berteriak keras sekali. Rupanya Robby berhasil merobek
selaput dara Wulan dengan penisnya. Secara cepat Robby
menggerak-gerakkan pinggulnya maju mundur. Untuk beberapa menit lamanya
Wulan meronta, sampai akhirnya dia diam pasrah. Yang dia lakukan hanya
menangis terisak-isak.
Doni melepaskan telapak tangannya dari
mulut Wulan karena dia merasa Wulan tidak akan berteriak lagi. Lalu dia
mencoba menarik T-Shirt Wulan ke atas. Di luar dugaan, Wulan kali ini
tidak mengadakan perlawanan, hingga Doni dan aku dapat melepaskan
T-Shirt dan BH-nya. Luar biasa, tubuh Wulan dalam keadaan telanjang
bulat sangat membangkitkan birahi. Tubuhnya mulus, dan buah dadanya
sangat montok. Mungkin ukurannya 36B.
Doni segera menjilati puting
susu Wulan, sementara aku melihat Robby semakin kesetanan
mengoyak-ngoyak vagina Wulan yang beberapa saat yang lalu masih perawan.
Aku sangat terangsang, lalu aku mulai memaksa mencium bibir Wulan. Ugh,
nikmat sekali bibirnya yang dingin dan lembut itu. Aku melumat bibirnya
dengan sangat bernafsu. Aku tidak tahu apa yang sedang Wulan rasakan.
Aku hanya melihat, matanya polos menerawang jauh langit di atas sana
yang menguning pertanda malam akan segera tiba. Tangisnya sudah agak
mereda, tapi aku masih dapat mendengar isak tangisnya yang tidak sekeras
tadi. Mungkin dia sudah sangat putus asa, shock, atau mungkin juga
menikmati perlakuan kasar kami.
Tiba-tiba aku mendengar Robby
menjerit tertahan. Tubuhnya mengejang. Dia menyemprotkan sperma banyak
sekali ke dalam vagina Wulan. Setengah menit kemudian Robby beranjak
pergi dari tubuh Wulan lalu tergeletak kelelahan di samping kami. Doni
menyuruhku mengambil giliran kedua. Aku bangkit menuju Vagina Wulan.
Sepintas aku melihat sperma Robby mengalir ke luar dari mulut vagina
Wulan. Warnanya putih kemerahan. Rupanya bercak-bercak merah itu berasal
dari darah selaput dara (hymen) Wulan yang robek. Tanpa kesulitan aku
berhasil memasukkan penis ke dalam vaginanya. Rasanya nikmat sekali.
Licin dan hangat bercampur menjadi satu. Dengan cepat aku
mengocok-ngocok penisku maju mundur. Aku mendekap tubuh Wulan.
Payudaranya beradu dengan dadaku. Dengan ganas aku melumat bibir Wulan.
Doni dan Robby menyaksikan atraksiku dari jarak dua meter. Beberapa
menit kemudian aku merasakan penisku sangat tegang dan berdenyut-denyut.
Aku sudah mencoba menahan agar ejakulasi dapat diperlama, tapi sia-sia.
Spermaku keluar banyak sekali di dalam vagina Wulan. Aku peluk erat
Tubuh Wulan sampai dia tidak dapat bernafas.
Setelah puas, aku
berikan giliran berikutnya kepada Doni. Aku lalu duduk di samping Robby
memandangi Doni yang dengan sangat bernafsu menikmati tubuh Wulan.
Karena lelah, kurebahkan tubuhku telentang sambil memandangi langit yang
semakin menggelap.
Beberapa menit kemudian Doni ejakulasi di
dalam vagina. Setelah Doni puas, ternyata Robby bangkit kembali
nafsunya. Dia menghampiri Wulan. Tapi kali ini dia malah membalikkan
tubuh Wulan hingga tengkurap. Aku tidak tahu apa yang akan diperbuatnya.
Ternyata Robby hendak melakukan anal seks. Wulan menjerit saat anusnya
ditembus penis Robby. Mendengar itu Robby malah semakin kesetanan. Dia
menjambak rambut Wulan ke belakang hingga muka Wulan menengadah ke atas.
Dengan sigap Doni menghampiri tubuh Wulan. Aku melihat Doni dengan
sangat kasar meremas-remas buah dada Wulan. Wulan mengiba, “Aduhh..,
sudah dong Ro.., ampun.., sakit Rob”. Tapi Robby dan Doni tidak
menghiraukannya.
“Oh, sempit sekali”, teriak Robby mengomentari
lubang dubur Wulan yang lebih sempit dari vaginanya. Setiap Robby
menarik penisnya aku lihat dubur Wulan monyong. Sebaliknya saat Robby
menusukkan penisnya, dubur Wulan menjadi kempot. Tidak lama, Robby
mengalami ejakulasi yang kedua kalinya. Setelah puas, sekarang giliran
Doni menyodomi Wulan. Melihat itu aku jadi kasihan juga terhadap Wulan.
Di matanya aku melihat beban penderitaan yang amat berat, tapi sekaligus
aku juga melihat sisa-sisa ketegarannya menghadapi perlakuan ini.
Setelah
Doni puas, Robby dan Doni menyuruhku menikmati tubuh Wulan. Tapi
tiba-tiba timbul rasa kasihan dalam hatiku. Aku katakan bahwa aku sudah
sangat lelah dan hari sudah menjelang gelap. Kami sepakat kembali ke
perkemahan. Robby dan Doni segera berpakaian lalu beranjak meninggalkan
kami sambil menenteng kayu bakar. Wulan dengan tertatih-tatih mengambil
celana dalam, jeans, lalu mengenakannya. Aku tanyakan apakah Wulan mau
mandi dulu, dan dia hanya menggeleng. Dalam keremangan senja aku masih
dapat melihat matanya yang indah berkaca-kaca. Kuambil T-Shirtnya.
Karena basah, aku mengepak-ngepakkan agar lebih kering, lalu aku berikan
T-Shirt itu bersama-sama dengan BH-nya. Robby dan Doni menunggu kami di
atas tebing sungai. Setelah Wulan dan aku lengkap berpakaian, kami
beranjak pergi meninggalkan tempat itu. Robby dan Doni berjalan tujuh
meter di depanku dan Wulan.
Di perkemahan, Fadli dan Lia menunggu
kami dengan cemas. Lalu kami mengarang cerita agar peristiwa itu tidak
menyebar. Untunglah Fadli dan Lia percaya, dan Wulan hanya diam saja.
Tepat
tengah malam di saat orang lain merayakan pergantian tahun baru, kami
melewatinya dengan hambar. Tidak banyak keceriaan kala itu. Kami lebih
banyak diam, walau Fadli berusaha mencairkan keheningan malam dengan
gitarnya.
Esoknya, pagi-pagi sekali Wulan minta segera pulang.
Kami maklum lalu segera membongkar tenda. Untunglah sesampainya di kota
kami, Wulan merahasiakan peristiwa ini. Tapi tiga bulan berikutnya Wulan
menghubungiku dan dia dengan memohon meminta aku bertanggung jawab atas
kehamilannya. Aku sempat kaget karena belum tentu anak yang
dikandungnya itu adalah anakku. Tapi raut wajahnya yang sangat mengiba,
membuatku kasihan lalu menyanggupi menikahinya.
Satu bulan
berikutnya kami resmi menikah. Wulan minta agar aku memboyongnya
meninggalkan kota ini dan mencari pekerjaan di kota lain. Sekarang “anak
kami” sudah dapat berjalan. Lucu sekali. Matanya indah seperti mata
ibunya. Kadang terpikir untuk mengetahui anak siapa sebenarnya “anak
kami” ini. Tapi kemudian aku menguburnya dalam-dalam. Aku khawatir
kebahagiaan rumah tangga kami akan hancur bila ternyata kenyataan
pahitlah yang kami dapati.
Akhir Desember 1997 kami menikmati
pergantian tahun baru di rumah saja. Peristiwa ini kembali menguak
kenangan buruknya. Matanya berkaca-kaca. Aku memeluk dan membelai
rambutnya. Beberapa menit kemudian, dalam dekapanku dia mengaku bahwa
sebelum peristiwa itu terjadi, sebenarnya dia sudah jatuh cinta padaku.
Dia ikut mencari kayu bakar karena dia ingin bisa dekat denganku.
Ya Tuhan, aku benar-benar menyesal. Pengakuannya ini membuat hatiku pedih tak terkira.
Untuk Melihat Video Selengkapnya Klik Di Bawah ini :
Comments
Post a Comment